Setiap kali membuat kue sering
teringat ingin menulis kembali cerita tentang belajar dari telur. Meskipun
sudah lupa dimana pernah membaca tulisan itu. Semoga tulisan ini bisa
bermanfaat.
Sejak memutuskan untuk berhenti
menjadi karyawan. Saya mulai mengalihkan aktifitas saya dengan membuat kue.
Dari yang buta sama sekali tentang dapur (bahkan membedakan lada dengan
ketumbarpun tidak bisa), saya terus mencoba memasak satu menu ke menu yang
lain. Dilanjutkan dengan mencoba resep kue dari satu resep ke resep yang lain.
Meskipun sudah hampir tiga tahun, tetap saja ada kenang-kenangan berupa kue
yang bantat, atau panci yang gosong karena merebus jeroan babat yang tak jua
empuk meski sudah direbus berjam-jam, karena bosan menambahkan air, akhirnya
lupa hingga akhirnya yang jadi bukan soto babat, tetapi sate babat, alias babat
yang dibakar diatas panci yang gosong karena airnya kering.
Kembali ke topik awal, belajar dari
telur. Setiap kali saya membuat kue,
hampir selalu ada tambahan telur didalamnya. Dan hampir setiap kali menambahkan
telur ke dalam campuran bahan lainnya saya selalu memecahkan telur (memukulnya
dengan benda keras), kemudian mencemplungkannya (melemparkannya ke dalam
baskom), lalu mengaduknya dengan kuat agar tercampur dengan rata. Bahkan untuk
kue bolu saya harus mengocok dengan menggunakan mixer kecepatan tinggi. Karena
jika tidak menggunakan kecepatan tinggi, kue yang dihasilkan kurang mengembang
alias bantat.
Mungkin seperti itu pula kehidupan
mengajarkan kita. Terkadang kita merasa begitu terpuruk ketika apa yang kita
dapatkan tidak sesuai dengan harapan. Kita merasa sedih, gelisah dan akhirnya
kecewa. Kita merasa kesakitan seperti telur yang dipukul cangkangnya saat kita
ingin mengambil putih dan kuning telurnya, kadang lebih dari sekedar sakit kita
juga pusing dan stress karena masalah yang dihadapi tak juga selesai, mungkin
pusingnya seperti telur yang dikocok-kocok di dalam baskom tadi, atau mungkin
sampai depresi seperti telur yang dikocok dengan speed paling tinggi. Padahal
mungkin apa yang terjadi atas diri kita saat ini, kelak akan membuat pribadi
kita menjadi pribadi yang mempesona. Seperti halnya kue bolu yang mengembang
dengan sempurna, Terlebih ketika dalam keterpurukan itu kita manfaatkan,
misalnya dengan menulis sebuah cerita, mungkin kita bisa menghasilkan satu buah
novel yang menyentuh hati. Karena kita menuliskannya dari hati, apa yang
disampaikan dari hati insyaAllah akan sampai ke hati. Seperti Ary Ginanjar
dengan ESQ-nya. Beliau bisa menghasilkan sebuah karya justru di saat ia dalam
kondisi yang sangat kecewa. Bahkan tulisan tangannya yang berjumlah ribuan
lembar itu sampai di museum-kan. Ibaratnya, ketika kita sabar dan menerima
dengan lapang hal yang tidak kita sukai,
kita sudah berhasil mendapatkan sebuah kue bolu yang teksturnya lembut,
beremah dan mengembang dengan sempurna, dan jika kita sempurnakan kesabaran itu
dengan ikhtiar yang sempurna memperbaiki kondisi yang ada diibaratkan kita
berhasil menambahkan hiasan – hiasan pada kue bolu tadi, seperti tambahan
buttercream warna-warni, strawberry yang merah dan segar, atau taburan sprinkle
pada setiap sudutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar