Selasa, 22 Oktober 2013

Belajar dari Telur

Setiap kali membuat kue sering teringat ingin menulis kembali cerita tentang belajar dari telur. Meskipun sudah lupa dimana pernah membaca tulisan itu. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat.

Sejak memutuskan untuk berhenti menjadi karyawan. Saya mulai mengalihkan aktifitas saya dengan membuat kue. Dari yang buta sama sekali tentang dapur (bahkan membedakan lada dengan ketumbarpun tidak bisa), saya terus mencoba memasak satu menu ke menu yang lain. Dilanjutkan dengan mencoba resep kue dari satu resep ke resep yang lain. Meskipun sudah hampir tiga tahun, tetap saja ada kenang-kenangan berupa kue yang bantat, atau panci yang gosong karena merebus jeroan babat yang tak jua empuk meski sudah direbus berjam-jam, karena bosan menambahkan air, akhirnya lupa hingga akhirnya yang jadi bukan soto babat, tetapi sate babat, alias babat yang dibakar diatas panci yang gosong karena airnya kering.

Kembali ke topik awal, belajar dari telur. Setiap kali saya  membuat kue, hampir selalu ada tambahan telur didalamnya. Dan hampir setiap kali menambahkan telur ke dalam campuran bahan lainnya saya selalu memecahkan telur (memukulnya dengan benda keras), kemudian mencemplungkannya (melemparkannya ke dalam baskom), lalu mengaduknya dengan kuat agar tercampur dengan rata. Bahkan untuk kue bolu saya harus mengocok dengan menggunakan mixer kecepatan tinggi. Karena jika tidak menggunakan kecepatan tinggi, kue yang dihasilkan kurang mengembang alias bantat.


Mungkin seperti itu pula kehidupan mengajarkan kita. Terkadang kita merasa begitu terpuruk ketika apa yang kita dapatkan tidak sesuai dengan harapan. Kita merasa sedih, gelisah dan akhirnya kecewa. Kita merasa kesakitan seperti telur yang dipukul cangkangnya saat kita ingin mengambil putih dan kuning telurnya, kadang lebih dari sekedar sakit kita juga pusing dan stress karena masalah yang dihadapi tak juga selesai, mungkin pusingnya seperti telur yang dikocok-kocok di dalam baskom tadi, atau mungkin sampai depresi seperti telur yang dikocok dengan speed paling tinggi. Padahal mungkin apa yang terjadi atas diri kita saat ini, kelak akan membuat pribadi kita menjadi pribadi yang mempesona. Seperti halnya kue bolu yang mengembang dengan sempurna, Terlebih ketika dalam keterpurukan itu kita manfaatkan, misalnya dengan menulis sebuah cerita, mungkin kita bisa menghasilkan satu buah novel yang menyentuh hati. Karena kita menuliskannya dari hati, apa yang disampaikan dari hati insyaAllah akan sampai ke hati. Seperti Ary Ginanjar dengan ESQ-nya. Beliau bisa menghasilkan sebuah karya justru di saat ia dalam kondisi yang sangat kecewa. Bahkan tulisan tangannya yang berjumlah ribuan lembar itu sampai di museum-kan. Ibaratnya, ketika kita sabar dan menerima dengan lapang hal yang tidak kita sukai,  kita sudah berhasil mendapatkan sebuah kue bolu yang teksturnya lembut, beremah dan mengembang dengan sempurna, dan jika kita sempurnakan kesabaran itu dengan ikhtiar yang sempurna memperbaiki kondisi yang ada diibaratkan kita berhasil menambahkan hiasan – hiasan pada kue bolu tadi, seperti tambahan buttercream warna-warni, strawberry yang merah dan segar, atau taburan sprinkle pada setiap sudutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar