Beberapa hari lalu saya dikejutkan
dengan kabar yang tertulis pada sebuah akun jejaring sosial. Bagi sekelompok
orang mungkin ini juga sebuah berita yang membuat hati sedih, kecewa, bahkan
ada rasa ingin marah. Ada rasa ingin berbuat sesuatu karena dorongan keyakinan
akan sebuah kewajiban, namun ada pula rasa sungkan karena rasa ingin menjaga
perasaan dan tak ingin melukai. Ada sebuah kalimat yang saya masih ingat betul
ketika mengikuti kajian pada pengajian rutin di kantor tempat saya bekerja
dulu. “Menjalani hidup bermasyarakat
tidak hanya butuh hukum, tapi juga etika”.
Mungkin ada banyak sahabat saya yang
sedih dan kecewa melihat kenyataan yang ada pada akun seseorang itu. keputusan
seseorang untuk menanggalkan jilbab yang telah dikenakannya bertahun-tahun
lamanya. Disertai sebuah tulisan yang mungkin menggambarkan isi hatinya. Saya
yakin sebelum mengambil keputusan besar ini, beliau sudah memikirkannya dengan
matang, tidak hanya sehari dua hari, seminggu dua minggu, bahkan mungkin tidak
juga sebulan dua bulan. Mungkin sama lamanya ketika ia memikirkan untuk mulai
mengenakan jilbabnya. Saya yakin tidak hanya lisannya yang menyatakan bimbang,
tapi air matanya juga ikut menegaskan bahwa hatinya gamang. Dan satu yang
pasti, saya tidak bisa memeluknya saat ia dalam bimbang dan gamang. Saat ini
sambil memandang sebuah gambar yang mengabadikan momen terakhir saya bertemu
dengannya, yaitu ketika ia hadir di hari saya menggenapkan setengah dien,
izinkan saya dari lubuk hati yang paling dalam meminta maaf atas kealfaan saya
menjaga silaturrahim. Semoga momen terakhir saya bertemu dengannya, saat ia
mengenakan kerudung putih bermotif bunga berwana pink keunguan, dengan baju
lengan panjang dan rok berwarna senada pink keunguan, tidak menjadi momen
terakhir saya melihatnya dengan jilbab yang anggun. Semoga Allah memberi saya
kemampuan untuk bisa membalas pengorbanannya menempuh jarak yang tidak dekat,
demi sebuah kata silaturrahim.
Ada rasa malu ketika ingin sekedar
menyapanya saat ini, walaupun kenangan saat berjabat tangan dan saling memeluk
kian jelas dalam ingatan. Walaupun rasa rindu kian menguat. Tapi rasa itu tak
bisa mengalahkan perasaan bersalah yang terus menetap di hati. Teringat sebuah
tulisan pada bagian footer sebuah undangan kajian saat kuliah dulu “Jangan tanyakan kenapa aku jatuh ke dalam
jurang, tapi tanyakan kemana dirimu saat aku berada di tepi jurang”. Saat ini hanya untaian do’a yang dapat saya
panjatkan. Semoga Allah menerangi hatinya, selalu melindungi dan menyayanginya.
Semoga Allah memberikan cara terbaik dan terindah kepada kami, untuk
menyampaikan isi hati kami. Untuk sekedar mengajaknya kembali. Duduk bersama
bertukar cerita, berbagi ilmu, walaupun tidak sampai seperdua dari total jumlah
jam sehari, tidak juga sepertiga atau seperempatnya, hanya satu kali saja dalam
seminggu. Sekedar menyiram, kalaupun tak sampai menyiram, sekedar memercik air
pada jiwa yang kadang kerontang karena beratnya beban hidup yang mungkin ada di
bahu kita. Kalaupun begitu banyak halangan dan rintangan yang tak dapat
dihindari mari sama-sama kita buka kembali buku catatan atau referensi yang
mungkin sudah mulai kusut dan berubah warna tentang tarbiyah dzatiyah. Walaupun
mungkin tak bisa menggantikan kehangatan silaturrahim dan kemuliaan kajian ilmu
yang malaikatpun ikut menaunginya.
Perjalanan hidup ini memang penuh
misteri. Tak ada yang tahu apa saja yang akan menyapa kita di sepanjang jalan
kita menempuhnya. Walaupun sebenarnya sudah ada rumusnya, tapi manusia memang
tak pernah luput dari alfa dan lupa.
Ketika ujian matematika waktu sekolah dulu saja kita sering lupa
rumusnya, apalagi ujian hidup yang lama belajarnya sepanjang hayat. Saat ini
saya hanya bisa menghela nafas panjang, mengingat kembali setiap episode hidup
yang telah berlalu. Ada suka ada duka, Ada tangis ada tawa. Ada benci ada
cinta. Setiap rasa ada pasangannya. Kita tak bisa mengelak itu. Pun begitu
takdir kita. Semoga Allah senantiasa memampukan kita untuk bersyukur dikala
suka, dan bersabar dikala duka. Jika ada keterlanjuran tak kata terlambat untuk
mulai memperbaikinya. Meskipun tak mudah pada prakteknya.
Ya Allah, karuniakanlah rahmat kepadaku dengan
Alqur’an, dan jadikan Alqur’an sebagai pemimpin, cahaya, petunjuk dan rahmat
bagi hamba.
Ya Allah ingatkan hamba terhadap apa
yang telah hamba lupakan dari Alqur’an, Ajarilah hamba apa-apa yang belum hamba
ketahui dari Alqur’an. Anugerahilah hamba kemampuan untuk senantiasa membacanya
sepanjang malam dan siang. Jadikanlah Alqur’an hujjah bagiku (yang dapat
menyelamatkanku) wahai tuhan seluruh alam. Perkenankan do’aku ya Allah…..